Kamis, 30 November 2017

Lara Anak Petani: Masih Gengsi Jadi Petani?

Adonara Timur, tepatnya pas di Cabang pertemuan Jalan Atas dan Jalan Bawah. Orang biasa menyebutnya dengan nama Got Hitam atau Nepa. Di daerah sekitar itu, jauh sebelumnya hingga sekitar tahun 2000 saat saya berangkat merantau, kondisinya masih masih penuh dengan hutan. Namun belasan tahun kemudian, tepatnya tahun 2014 waktu saya pulang kampung, lokasi itu sudah dipenuhi dengan kebun-kebun sayur.
Adik saya pernah menyewa tanah di situ, yang dimiliki oleh cina Waiwerang. Waktu itu, ia bergiat mengerjakan proyek pembibitan mente. Setelah selesai proyek, giliran Ayah saya yang menggarap tanah itu untuk dijadikan kebun. Ayah menanam jagung dan sebagainya. Kini, di sekitar kebun Ayah sudah penuh kebun dengan bermacam-macam jenis sayuran. Dan ketika saya cek, ternyata pemilik kebun sayur di situ adalah perantau-perantau dari luar wilayah, khususnya mas-mas dari Jawa dan juga dari Sulawesi.
Ironis memang, ada perantau dari jauh yang merantau ke daerah saya, sementara saya sendiri memilih merantau ke luar negeri dan kini baru pulang ke kampung. Padahal kampung halaman saya sendiri penuh potensi kekayaan! Saya jadi malu sendiri hehehe.
Untuk berkebun di situ, para mas-mas ini tidak hanya berharap berkah dari air hujan. Mereka membeli air untuk menyiram tanaman. Mereka menggali lubang lalu melapisinya dengan terpal untuk menampung air yang dibeli dari sumur bor. Ada dua sumur bor disekitar situ.
Menurut informasi dari ayah saya, penghasilan mas mas ini lumayan besar dari kebun yang mereka sewa garap tersebut. Mereka bisa menanam hingga dua sampai tiga kali dalam setahun. Memang, mereka luar biasa hebat. Saya begitu kagum dengan kegigihan mereka yang berhasil menjadi petani sukses.
Ayah lagi-lagi cerita ke saya kalau para petani ini setiap kali pulang liburan dari kampung halamannya sana selalu membawa serta dengan ninja baru. Dari sini saja kita bisa belajar: jangan pernah malu menjadi petani. Kalau gengsi dengan gelar sarjana lantas tidak mau turun kebun, terus duduk menunggu kerja berdasi itu kamu lakukan sampai kapan? Mikir!!! (Teks: Bernadetha Barek Bolen)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar